Kisah Shakinah Rindukan Canda Anak-anak TPA Setelah Tiga Bulan Tak Mengajar Ngaji 

Sejumlah murid TPA di bantul yang tak bisa mengikuti kegiatan mengaji belajar mandiri dengan keluarganya. [Mutiara Rizka M / SuaraJogja.id]     

Loading...

MEDIALOKAL.CODalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus corona sekolah-sekolah formal di Indonesia menghentikan aktifitasnya. Guru dan siswa diminta untuk melakukan Kegiatan Belajar Mengajar dari kediaman masing-masing. Selain sekolah formal, kegiatan pembelajaran non-formal seperti Tempat Pembelajaran Al-Qur'an (TPA) juga turut diliburkan. 

Salah satu guru ngaji di kawasan Taman Siswa, Shakinah menyampaikan sudah tiga bulan ia tidak pergi mengajar. Biasanya ia rutin mengajar TPA setiap sore bersama dua puluh tiga relawan lainnya. Ada sekitar 90 anak yang biasanya ikut bermain dan belajar bersamanya. 

Tahun ini merupakan tahun keempat Shakinah mengajar di taman pendidikan tersebut. Mengajar TPA sudah menjadi kegiatan rutin yang ia lakukan hampir setiap harinya. Shakinah menuturkan, mengajar TPA membuat dirinya lebih hidup. 

"Kalau kita ngajar TPA tuh jadi lebih hidup aja. Apalagi kan bisa nambah mood juga kalau ketemu anak-anak," kata Shakinah Senin (8/6/2020). 

Loading...

Ia menceritakan, dalam keadaan sedih, suasana hatinya dapat berubah lebih baik saat bertemu dengan murid-muridnya. Namun, terkadang saat dalam suasana hati yang buruk, Shakinah memilih tidak pergi mengajar ngaji karena takut merugikan anak muridnya. 

Tiga bulan tidak bertemu dengan anak didiknya, Shakinah mengaku rindu dengan tawa riang anak-anak. Sebagai kegiatan rutin yang hampir dilakoni setiap hari, Shakinah mengaku ada yang hilang dari hidupnya. Senyuman dan tawa riang khas anak-anak membayangi benaknya, saat rasa rindu mengajar datang. 

"Kaya ada yang hilang gitu. Kan udah jadu aktifitas sehari-hari, jadi ketika gak dilakuin kaya ada yang ilang . Kaya gitulah rindunya," ujarnya. 

Shakinah mengaku lebih banyak hal yang menyenangkan daripada hal yang menyedihkan saat mengajar TPA. Menurutnya, duka saat mengajar anak-anak hanyalah rasa sabar yang harus lebih luas. Sebab, tingkah laku anak-anak sering tidak tertebak. Namun, senyum tanpa dosa muridnya acapkali membuat Shakinah yang hendak marah, luluh hatinya. 

Sebelumnya, pihak TPA sempat mewacanakan untuk melakukan kegiatan belajar secara daring melalui panggilan video. Namun, mereka khawatir jika kegiatan tersebut justru akan membebani orangtua murid. Sebab, tugas dan kegiatan sekolah dinilai sudah cukup memberatkan anak-anak dan orangtua. 

Menghadapi kenormalan baru, Shakinah menjelaskan pihak yayasan sudah mulai membicarakan untuk kembali membuka TPA. Namun, ia mengaku masih bingung dengan kondisi yang akan dihadapi. Meski bersemangat untuk kembali bertemu anak-anak, ia juga khawatir dengan risiko yang menghantui. 

Sementara itu, pengajar TPA di Masjid Prawirotaman, Wardathuz Zahiroh sudah memulai aktifitas belajar mengajarnya di akhir bulan puasa menjelang hari raya idul fitri kemarin. Warda menjelaskan, kegiatan tersebut terlaksana atas rasa prihatin yang timbul dari hatinya.

Selama Bulan Ramadan, Warda memiliki kegiatan bersama komunitasnya untuk membagikan makanan. Saat mendatangi salah satu penjaja takjil langganannya, ia melihat anak-anak kecil yang ikut berjualan dan hanya bermain ponsel di sekitar lapak orangtuanya. 

Pemandangan tersebut, kemudian mendorong Warda untuk mendirikan TPA bagi anak-anak tersebut. Sebelumnya, anak-anak tersebut sudah mengikuti TPA. Namun sejak pandemi, guru ngaji mereka yang berasal dari Gunung Kidul tersebut tidak lagi datang mnegajar. 

"Berasal dari iseng-isenglah, daripada anak-anak main game menjelang maghrib," tuturnya. 

Sama seperti Shakinah, Warda juga merasa senang saat bermain dan belajar bersama anak-anak tersebut. Kurang lebih terdapat dua belas anak yang tergabung dalam kegiatan tersebut. Usia mereka berkisar dari SD hingga kelas satu SMP. (*)






Loading...

[Ikuti Medialokal.co Melalui Sosial Media]